Selasa, 01 Januari 2013

Makalah SKPG


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Kegiatan perencanaan gizi di Indonesia telah mulai dilakukan dari Pelita I. Pada awal-awal pelaksanaannya perencanaan gizi dilandasi oleh informasi yang sangat terbatas, berasal  dari hasil-hasil penelitian di berbagai daerah, sehingga sering menggambarkan keadaan yang kurang tepat bagi seluruh wilayah Indonesia.
Didorong oleh permasalahan yang dihadapi terutama masalah rawan pangan di berbagai daerah,  memicu minat kalangan gizi di Indonesia untuk mulai melakukan
kegiatan-kegiatan ke arah pengembangan suatu sistem  sesuai dengan kebutuhan dan
situasi di Indonesia. Pemerintah  pun  menganggap  Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi (SKPG) penting dan sudah waktunya untuk dikembangkan untuk menunjang
usaha pembangunan yang semakin meningkat.
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) diawali dengan pelaksanaan kegiatan pengamatan situasi pangan,  dengan teknik penyediaan data/ informasi terhadap penanganan masalah  gangguan pangan yang berpeluang muncul setiap saat.  Perkembangan situasi pangan dapat cenderung menjadi tidak menentu dan sulit dipastikan, baik sebagai akibat pengaruh alam maupun oleh adanya gejala instabilitas seperti krisis ekonomi, sosial dan politik, maka penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mendeteksi kondisi awal ketahanan ekonomi, sosial dan politik.
Selain sebagai pendeteksi awal, SKPG berguna dalam perencanaan program pangan dan gizi yang mampu mengoptimalkan koordinasi lintas sektoral antar lembaga.  Ketersediaan pangan yang stabil disuatu tempat, artinya pangan dapat  terjangkau oleh daya beli masyarakat dan dapat dikonsumsi masyarakat sesuai dengan kebutuhan.
Pengamatan situasi pangan dilaksanakan melalui kegiatan pemantauan  secara langsung atau melalui  pengumpulan data/informasi yang berhubungan dengan ketersediaan pangan yang selanjutnya akan diolah untuk menjadi bahan perumusan kebijakan dalam penanggulangan masalah kerawanan pangan.


1.2   Tujuan
1.  Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud  dengan SKPG
2.  Mengetahui dan  memahami tujuan SKPG
3.  Mengetahui dan memahami manfaat SKPG
4. Mengetahui indikator SKPG
5. Mengetahui ruang lingkup SKPG
6. Mengetahui kewenangan daerah untuk pelaksanaan SKPG
7. Mengetahui cara pelaksanaan SKPG
8. Mengetahui cara pelaporan dan evaluasi SKPG
9. Mengetahui pengorganisasian tim SKPG

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah sistem informasi yang dapat digunakan sebagai alat bagi pemerintah daerah untuk mengetahui situasi pangan dan gizi masyarakat (http://www.deptan.go.id).
SKPG merupakan sistem penyedia informasi situasi pangan dan gizi secara teratur dan terus menerus untuk perumusan kebijakan, perencanaan, penentuan tindakan, dan evaluasi program pangan dan gizi (file:///E:/mat%20kul%20SKM).
Kewaspadaan Pangan dan Gizi diartikan sebagai kesiapan secara terus menerus untuk mengamati, menemukan secara dini dan merespon kemungkinan timbulnya masalah kerawanan pangan dan gizi (http://ujubpmdkapuashulu.blogspot.com).
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) merupakan suatu sistem pendeteksian dan pengolahan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan, penentuan kebijakan (http://ujubpmdkapuashulu.blogspot.com).

2.2 Tujuan SKPG
SKPG bertujuan untuk :
1.  Membangun/menyediakan data dan informasi situasi pangan yang mempengaruhi status gizi pada skala rumah tangga, wilayah dan nasional.
2. Membangun/menyediakan isyarat dini kemungkinan terjadinya ganguan ketersediaan pangan yang dapat mengakibatkan kerawanan pangan dan gizi.
3. Membangun/menyediakan  kebijakan penyediaan kecukupan pangan
4. Membangun / menyediakan kebijakan tindakan penanggulangan kerawanan pangan.
5. Menfasilitasi institusi lintas sektoral maupun swasta dalam  menyusun program-program yang mendukung ketahanan pangan.


2.3 Manfaat SKPG
1. Bagi Kepala Daerah:
Sebagai dasar menetapkan kebijakan penanggulangan masalah pangan dan gizi dalam:
1. Menentukan daerah prioritas.
2. Merumuskan tindakan pencegahan terhadap ancaman krisis pangan dan gizi.
3. Mengalokasikan sumberdaya secara lebih efektif dan efisien.
4. Mengkoordinasikan program lintas sektor.
2. Bagi pengelola program:
1. Penetapan lokasi dan sasaran.
2. Menyusun kegiatan terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sektor.
3. Proses pemantauan pelaksanaan.
4. Pelaksanakan kerjasama lintas sektor.
5. Mengevaluasi pelaksanaan program.
3. Bagi masyarakat
1.    Kemungkinan kejadian krisis pangan di masyarakat dapat dicegah.
2.    Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga meningkat.
3.    Melindungi golongan rawan dari keadaan yang dapat memperburuk status gizi.

2.4 Indikator SKPG
Sesuai dengan fungsi dan kegunaannya indikator SKPG dikategorikan
dalam 3 (tiga) kelompok utama yaitu:
(1). Indikator untuk pemetaan situasi pangan dan gizi 1 tahun di kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi maupun nasional dengan menggunakan 3 indikator
yang digabungkan secara komposit yaitu:
a) indikator pertanian, dengan memperhatikan bahwa potensi pertanian pangan antar wilayah sangat beragam maka akan didekati dengan beberapa alternatif yang mungkin dan cocok diterapkan pada suatu wilayah pengamatan.
b) indikator kesehatan yaitu Prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP).
c) indikator sosial yaitu persentase keluarga miskin.
(2). Indikator untuk peramalan produksi secara periodik (bulanan, triwulan,
musiman atau tahunan) khusus untuk kondisi produksi pertanian yaitu:
-       luas tanam
-       luas kerusakan
-       luas panen dan produktivitas
(3). Indikator untuk pengamatan gejala kerawanan pangan dan gizi yaitu:
kejadian-kejadian yang spesifik lokal (indikator lokal) yang dapat dipakai
untuk mengamati ada/tidaknya gejala rawan pangan dan gizi.

2.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan SKPG terdiri dari  pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi serta investigasi mendalam (indepth investigation) bagi desa yang diindikasikan akan terjadi kerawanan pangan dan gizi. Hasil analisis SKPG dapat dimanfaatkan sebagai bahan perumusan kebijakan, perencanaan, penentuan intervensi atau tindakan dalam penanganan kerawanan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan baik di tingkat nasional, propinsi maupun di tingkat kabupaten (http://bkp.deptan.go.id).

2.6 Kewenangan Daerah dalam Pelaksanaan SKPG
 1. SKPG adalah salah satu system surveilens yang menjadi kewenangan pemerintah dan daerah dalam bidang kesehatan dan pertanian (UU No 22 tahun 1999 dan PP No 25 tahun 2000).
2.  SKPG merupakan kegiatan yang wajib tetap dilaksanakan oleh Propinsi dan Kabupaten/Kota sebagai wilayah administrasi kesehatan (SE Menteri Kesehatan 27 Juli 2000 No.1107/Menkes/E/VII/2000).
3. Daerah berwenang menyesuaikan SKPG sesuai keadaan setempat.

2.7 Pelaksanaan
I. Data yang Dikumpulkan
1. Data Bulanan
Data bulanan dikumpulkan berdasarkan tiga aspek ketahanan pangan, yaitu:
(1)      ketersediaan, (2) akses terhadap pangan, (3) pemanfaatan pangan, dan (4) spesifik lokal
Setelah diketahui kantong-kantong kerawanan pangan dari hasil analisis bulanan langkah selanjutnya dilakukan investigasi. Data investigasi dikumpulkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Tim Pangan dan Gizi. Data yang dikumpulkan antara  lain: (1) kondisi umum responden, (2) Permasalahan yang dihadapi oleh responden, (3) pemecahan masalah yang telah dilakukan.
2. Data Tahunan
Data tahunan dikumpulkan berdasarkan tiga aspek ketahanan pangan, yaitu: (1)
ketersediaan, (2) aksesibilitas, dan (3) pemanfaatan pangan
II. Pengolahan dan Analisis Data
1.      Analisis Situasi Pangan dan Gizi Bulanan
a.       Ketersediaan Pangan
b.      Akses Pangan
c.       Aspek Pemanfatan Pangan
d.      Komposit
e.       Spesifik Lokal
Gejala akan terjadinya rawan pangan dan gizi yang dapat dikembangkan
berdasarkan karakteristik  masing-masing daerah. Suatu daerah dikatakan aman apabila tidak terjadi perubahan indikator lokal yang berarti jika dibandingkan dengan kondisi normal. Daerah dikatakan waspada apabila tejadi perubahan indikator lokal yang melebihi kondisi normal. Daerah dapat disebut rawan apabila terjadi perubahan indikator yang sangat ekstrim melebihi kondisi normal.
f. Investigasi
Analisis data hasil investigasi dilakukan secara deskriptif dengan melihat
permasalahan dan upaya penanganan masalah yang dilakukan dari 3 aspek, yaitu aspek ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan aspek
pemanfaatan pangan. Dengan hasil análisis investigasi diharapkan dapat:
a) Menentukan kelompok sasaran (rumah tangga)
b) Menentukan jenis intervensi yang akan dilakukan  (apa, jumlah, berapa lama)

2.    Analisis Situasi Pangan dan Gizi Tahunan
Analisis  situasi pangan dan gizi  tahunan disajikan  berdasarkan  tiga jenis indikator: (1) aspek ketersediaan, (2) aspek akses pangan, dan (3) aspek pemanfaatan pangan. Kemudian ketiga indikator digabung (dikompositkan) menjadi satu informasi situasi pangan dan gizi wilayah, maka dapat menggunakan tahapan sebagai berikut :
- Menjumlahkan ketiga nilai skor pangan, gizi, dan kemiskinan.
- Jumlah ketiga nilai indikator akan diperoleh maksimum  9, dan jumlah yang terendah 3.
Hasil analisis untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan intervensi penanganan. Hasil analisis juga dapat divisualisasikan dalam bentuk peta untuk mempermudah dalam mensosialisasikan dan advokasi pengambilan kebijakan.
Peta situasi pangan dan gizi adalah peta yang menggambarkan tingkat kerawanan masing-masing wilayah dan dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu
ketersediaan,  akses, dan  pemanfaatan pangan.
Peta rawan pangan dan gizi sangat berguna bagi pemerintah daerah, untuk :
a. Mengidentifikasi wilayah - wilayah rawan
b. Mempertajam penetapan sasaran untuk tindakan intervensi
c. Memperbaiki kualitas perencanaan dibidang pangan dan gizi.

2.8 Pelaporan dan Evaluasi
1. Pelaporan
a. Pokja Pangan dan Gizi (PPG) mengelola laporan dari kecamatan dan  kemudian menganalisa dan membahas laporan tersebut sehingga tersusun informasi tentang  situasi pangan dan gizi wilayahnya setiap bulan secara berkesinambungan.
b. Pokja menyampaikan informasi/laporan tersebut kepada Bupati atau ketua PPG setiap bulan secara berkesinambungan.
c. Bilamana terjadi masalah, maka Pokja menyusun alternatif pemecahan masalah sebagai bahan  pengambilan keputusan oleh Bupati/KDH. Tk. II.
d. Pokja mengkompilasi laporan tingkat kecamatan dan menyampaikan laporan ke Pokja tingkat propinsi dengan tembusan ke ”pusat”.
e. Pembahasan situasi pangan dan gizi dilaksanakan oleh Pokja PG  yang dikoordinasikan oleh DKP/TPG  kabupaten, dan dilakukan secara rutin setiap bulan.
2. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada setiap tingkat untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan SKPG. Dari hasil evaluasi diharapkan akan dapat memberikan gambaran situasi produksi dan ketersediaan pangan, situasi gizi dan kemiskinan 12
pada setiap wilayah pelaksanaan SKPG di sektor terkait sebagai bahan untuk penyusunan kebijaksanaan/program pembangunan pangan dan gizi. Evaluasi tiap tingkatan dilaksanakan sebagai berikut :
1) Evaluasi tingkat kabupaten dilakukan setiap bulan.
2) Evaluasi dilakukan melalui rapat/pertemuan yang dipimpin oleh Kepala Daerah sebagai Ketua DKP.

2.9 Pengorganisasian Tim SKPG
Kabupaten membentuk Pokja/Tim SKPG yang berada dibawah koordinasi Dewan
Ketahanan Pangan Kabupaten dengan susunan Pokja/Tim minimal sebagai berikut:
1. Sekretaris: BKP/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan tingkat kabupaten
2. Anggota terdiri dari perwakilan-perwakilan instansi terkait, antara lain:
- Bappeda
- Unsur Pemda (Sekda, Asisten)
- Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan
- Dinas Kesehatan
- Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
- Dinas Tenaga Kerja
- Dinas Perindustrian dan Perdagangan
- Kantor Statistik Kabupaten
- SKPD-KB Kabupaten/Kota
- Dinas Sosial
- Bakorluh (Badan koordinasi penyuluhan)
- Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam
- Divisi Regional Perum Bulog
- Kepolisian Resort
Tugas umum pokja SKPG di tingkat kabupaten antara lain:
a. Menemukenali secara dini dan merespon kemungkinan timbulnya masalah pangan dan gizi
b. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan  intervensi penanganan rawan pangan dan gizi
c. Menggalang kerjasama dengan berbagai institusi termasuk kalangan swasta serta lembaga swadaya masyarakat dalam implementasi rencana tindak lanjut dan intervensi penanggulangan kerawanan pangan dan gizi
Secara khusus tugas Pokja/Tim SKPG di tingkat kabupaten antara lain:
a. Melakukan pertemuan-pertemuan koordinasi teknis konsolidasi data dan informasi pangan dan gizi secara regular (bulanan dan tahunan)
b. Melakukan pengolahan dan analisis data bulanan dan tahunan
c. Menyiapkan bahan dan menyusun laporan situasi pangan dan gizi
d. Melaporkan hasil analisa  bulanan dan tahunan  kepada Ketua Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten dan Tim Pokja pangan dan Gizi Tingkat Provinsi.
e. Melakukan investigasi kedalaman masalah pangan dan gizi berdasarkan hasil analisis bulanan dan merumuskan langkah-langkah intervensi.

BAB III
ANALISIS ARTIKEL

3.1    Hasil
Kejadian krisis pangan dan gizi dapat diantisipasi apabila gejala-gejala kekurangan pangan dan gizi (sebab-sebab masalah) dapat secara dini dikenali, dan kemudian dilakukan tindakan secara cepat dan tepat sesuai dengan kondisi yang ada.
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) merupakan sistem yang tepat digunakan oleh pemerintah daerah karena SKPG merupakan sistem pengelolaan informasi pangan dan gizi dalam rangka menetapkan kebijakan program pangan dan gizi. Selain itu, informasi pangan dan gizi dapat dipakai untuk menetapkan kebijakan dan tindakan segera terutama dalam keadaan krisis pangan dan gizi. Dalam keadaan normal, informasinya dapat dipakai untuk pengelolaan program pangan dan gizi jangka panjang.
Dalam artikel disebutkan bahwa Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) yang sejak tahun 2007 keberadaannya di Kota Probolinggo dikatakan vakum, sebagai deteksi dini dalam mencegah terjadinya kerawanan pangan dan gizi
Sebenarnya Kota Probolinggo bukanlah daerah rawan pangan dan tidak termasuk daerah yang rawan pangan. Namun, karena ketiadaan SKPG di kota  ini yang menjadikan Kota Probolinggo mendapat warning, lingkaran merah pada peta ketahanan pangan di propinsi Jatim sebagai daerah yang rawan pangan.
Untuk menindaklanjuti masalah tersebut, maka Dinas Pertanian kota Probolinggo merasa perlu untuk kembali menggalakkan atau merevitalisasi SKPG yang semula vakum menjadi aktif kembali. Tujuannya agar Kota Probolinggo di tahun 2012 tidak kembali mendapatkan warning dari provinsi terkait masalah rawan pangan.
Agar SKPG berjalan dengan baik maka perlu dilakukan:
1.    Hendaknya Wali Kota Probolinggo lebih serius dalam mengkoordinasi semua tim SKPG
2.    Diharapkan agar Perintah Daerah Kota Probolinggo meningkatkan sarana dan prasarana dalam menunjang kinerja Tim SKPG dengan tenaga yang selalu mengingatkan laporan, analisis data dan pertemuan tim.
3. Perlu tenaga penggerak SKPG yang mengerti SKPG, dapat mendekati kepala daerah dan dapat berkomunikasi dengan pelaksana SKPG lain di daerah.
4. Perlu dipersiapkan tim yang dapat memberikan bimbingan teknis dan manajemen kepada setiap daerah yang membutuhkan.
Dengan tindakan-tindakan tersebut diharapkan SKPG dapat berjalan dengan baik sesuai fungsinya dan dapat memberikan informasi yang dapat dipakai untuk pengelolaan program pangan dan gizi dengan tepat sasaran.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Kewaspadaan Pangan dan Gizi diartikan sebagai kesiapan secara terus menerus untuk mengamati, menemukan secara dini dan merespon kemungkinan timbulnya masalah kerawanan pangan dan gizi
2. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) merupakan suatu sistem pendeteksian dan pengolahan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan, penentuan kebijakan.
3. Berdasarkan analisis artikel, dapat diketahui kinerja tim Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dalam mengatasi masalah rawan pangan belum berjalan dengan baik.

4.2  Saran
1. Hendaknya Wali Kota Probolinggo lebih serius dalam mengkoordinasi semua tim SKPG
3.    Diharapkan agar Perintah Daerah Kota Probolinggo meningkatkan sarana dan prasarana dalam menunjang kinerja Tim SKPG
4.    Perlu tenaga penggerak SKPG yang mengerti SKPG, dapat mendekati kepala daerah dan dapat berkomunikasi dengan pelaksana SKPG lain di daerah, agar dapat menunjang kinerja lintas sektor.
5.    Perlu dipersiapkan tim yang dapat memberikan bimbingan teknis dan manajemen kepada setiap daerah yang membutuhkan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar