BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan
perencanaan gizi di Indonesia telah mulai dilakukan dari Pelita I. Pada awal-awal
pelaksanaannya perencanaan gizi dilandasi oleh informasi yang sangat terbatas,
berasal dari hasil-hasil penelitian di
berbagai daerah, sehingga sering menggambarkan keadaan yang kurang tepat bagi
seluruh wilayah Indonesia.
Didorong
oleh permasalahan yang dihadapi terutama masalah rawan pangan di berbagai
daerah, memicu minat kalangan gizi di
Indonesia untuk mulai melakukan
kegiatan-kegiatan
ke arah pengembangan suatu sistem sesuai
dengan kebutuhan dan
situasi
di Indonesia. Pemerintah pun menganggap
Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi
(SKPG) penting dan sudah waktunya untuk dikembangkan untuk menunjang
usaha
pembangunan yang semakin meningkat.
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) diawali dengan pelaksanaan
kegiatan pengamatan situasi pangan, dengan
teknik penyediaan data/ informasi terhadap penanganan
masalah gangguan pangan
yang berpeluang muncul setiap saat. Perkembangan
situasi pangan dapat cenderung menjadi tidak menentu dan sulit dipastikan, baik
sebagai akibat pengaruh alam maupun oleh adanya gejala instabilitas seperti
krisis ekonomi, sosial dan politik, maka penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan
dan Gizi diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mendeteksi kondisi awal
ketahanan ekonomi, sosial dan politik.
Selain sebagai pendeteksi awal, SKPG berguna dalam perencanaan program
pangan dan gizi yang mampu mengoptimalkan koordinasi lintas sektoral antar
lembaga. Ketersediaan
pangan yang stabil disuatu tempat, artinya pangan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat
dan dapat dikonsumsi masyarakat sesuai dengan kebutuhan.
Pengamatan situasi pangan dilaksanakan melalui kegiatan pemantauan secara langsung atau melalui pengumpulan data/informasi yang berhubungan
dengan ketersediaan pangan yang selanjutnya akan diolah
untuk menjadi bahan perumusan kebijakan dalam penanggulangan masalah kerawanan
pangan.
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan SKPG
2.
Mengetahui dan memahami tujuan
SKPG
3.
Mengetahui dan memahami manfaat SKPG
4. Mengetahui indikator SKPG
5. Mengetahui ruang lingkup SKPG
6. Mengetahui kewenangan daerah untuk
pelaksanaan SKPG
7. Mengetahui cara pelaksanaan SKPG
8. Mengetahui cara pelaporan dan
evaluasi SKPG
9. Mengetahui pengorganisasian tim SKPG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah sistem informasi yang
dapat digunakan sebagai alat bagi pemerintah daerah untuk mengetahui situasi
pangan dan gizi masyarakat (http://www.deptan.go.id).
SKPG merupakan sistem
penyedia informasi situasi pangan dan gizi secara teratur dan terus menerus
untuk perumusan kebijakan, perencanaan, penentuan tindakan, dan evaluasi
program pangan dan gizi (file:///E:/mat%20kul%20SKM).
Kewaspadaan Pangan dan Gizi diartikan sebagai kesiapan secara terus
menerus untuk mengamati, menemukan secara dini dan merespon kemungkinan
timbulnya masalah kerawanan pangan dan gizi (http://ujubpmdkapuashulu.blogspot.com).
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) merupakan suatu sistem
pendeteksian dan pengolahan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang
berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan,
penentuan kebijakan (http://ujubpmdkapuashulu.blogspot.com).
2.2 Tujuan SKPG
SKPG bertujuan untuk :
1. Membangun/menyediakan data dan informasi situasi pangan
yang mempengaruhi status gizi pada skala rumah tangga, wilayah dan nasional.
2. Membangun/menyediakan isyarat dini kemungkinan terjadinya
ganguan ketersediaan pangan yang dapat mengakibatkan kerawanan pangan dan gizi.
3. Membangun/menyediakan kebijakan
penyediaan kecukupan pangan
4. Membangun / menyediakan kebijakan tindakan penanggulangan kerawanan
pangan.
5. Menfasilitasi institusi lintas sektoral maupun swasta dalam menyusun program-program yang
mendukung ketahanan pangan.
2.3 Manfaat SKPG
1. Bagi Kepala Daerah:
Sebagai dasar menetapkan kebijakan penanggulangan masalah pangan dan gizi
dalam:
1. Menentukan daerah prioritas.
2. Merumuskan tindakan pencegahan terhadap ancaman krisis pangan dan gizi.
3. Mengalokasikan sumberdaya secara lebih efektif dan efisien.
4. Mengkoordinasikan program lintas sektor.
2. Bagi pengelola program:
1. Penetapan lokasi dan sasaran.
2. Menyusun kegiatan terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sektor.
3. Proses pemantauan pelaksanaan.
4. Pelaksanakan kerjasama lintas sektor.
5. Mengevaluasi pelaksanaan program.
3. Bagi masyarakat
1.
Kemungkinan kejadian krisis pangan di masyarakat dapat dicegah.
2.
Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga meningkat.
3.
Melindungi golongan rawan dari keadaan
yang dapat memperburuk status gizi.
2.4
Indikator SKPG
Sesuai dengan fungsi dan kegunaannya indikator SKPG dikategorikan
dalam 3 (tiga) kelompok utama yaitu:
dalam 3 (tiga) kelompok utama yaitu:
(1). Indikator untuk pemetaan situasi pangan dan gizi 1 tahun di
kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi maupun nasional dengan menggunakan 3 indikator
yang digabungkan secara komposit yaitu:
kabupaten/kota, provinsi maupun nasional dengan menggunakan 3 indikator
yang digabungkan secara komposit yaitu:
a) indikator pertanian, dengan memperhatikan bahwa potensi pertanian
pangan antar wilayah sangat beragam maka akan didekati dengan beberapa
alternatif yang mungkin dan cocok diterapkan pada suatu wilayah pengamatan.
b) indikator kesehatan yaitu Prevalensi Kekurangan Energi Protein
(KEP).
c) indikator sosial yaitu persentase keluarga miskin.
(2). Indikator untuk peramalan produksi secara periodik (bulanan,
triwulan,
musiman atau tahunan) khusus untuk kondisi produksi pertanian yaitu:
musiman atau tahunan) khusus untuk kondisi produksi pertanian yaitu:
-
luas tanam
-
luas kerusakan
-
luas panen dan produktivitas
(3). Indikator untuk pengamatan gejala kerawanan pangan dan gizi
yaitu:
kejadian-kejadian yang spesifik lokal (indikator lokal) yang dapat dipakai
untuk mengamati ada/tidaknya gejala rawan pangan dan gizi.
kejadian-kejadian yang spesifik lokal (indikator lokal) yang dapat dipakai
untuk mengamati ada/tidaknya gejala rawan pangan dan gizi.
2.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan SKPG terdiri
dari pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan,
analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi serta investigasi
mendalam (indepth investigation) bagi desa yang diindikasikan akan terjadi
kerawanan pangan dan gizi. Hasil analisis SKPG dapat dimanfaatkan sebagai bahan
perumusan kebijakan, perencanaan, penentuan intervensi atau tindakan dalam penanganan
kerawanan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan baik di tingkat
nasional, propinsi maupun di tingkat kabupaten (http://bkp.deptan.go.id).
2.6 Kewenangan Daerah dalam Pelaksanaan SKPG
1. SKPG adalah salah satu system surveilens
yang menjadi kewenangan pemerintah dan daerah dalam bidang kesehatan dan
pertanian (UU No 22 tahun 1999 dan PP No 25 tahun 2000).
2. SKPG merupakan kegiatan yang wajib tetap dilaksanakan
oleh Propinsi dan Kabupaten/Kota sebagai wilayah administrasi kesehatan (SE
Menteri Kesehatan 27 Juli 2000 No.1107/Menkes/E/VII/2000).
3. Daerah berwenang menyesuaikan SKPG sesuai keadaan setempat.
2.7 Pelaksanaan
I. Data yang Dikumpulkan
1. Data Bulanan
Data bulanan dikumpulkan berdasarkan tiga
aspek ketahanan pangan, yaitu:
(1)
ketersediaan, (2) akses terhadap pangan,
(3) pemanfaatan pangan, dan (4) spesifik lokal
Setelah diketahui kantong-kantong
kerawanan pangan dari hasil analisis bulanan langkah selanjutnya dilakukan
investigasi. Data investigasi dikumpulkan dari hasil survey yang dilakukan oleh
Tim Pangan dan Gizi. Data yang dikumpulkan antara lain: (1) kondisi umum responden, (2)
Permasalahan yang dihadapi oleh responden, (3) pemecahan masalah yang telah
dilakukan.
2. Data Tahunan
Data tahunan dikumpulkan berdasarkan tiga
aspek ketahanan pangan, yaitu: (1)
ketersediaan, (2) aksesibilitas, dan (3)
pemanfaatan pangan
II. Pengolahan dan Analisis Data
1.
Analisis Situasi Pangan dan Gizi Bulanan
a.
Ketersediaan Pangan
b.
Akses Pangan
c.
Aspek Pemanfatan Pangan
d.
Komposit
e.
Spesifik Lokal
Gejala akan terjadinya rawan pangan dan
gizi yang dapat dikembangkan
berdasarkan karakteristik masing-masing daerah. Suatu daerah dikatakan
aman apabila tidak terjadi perubahan indikator lokal yang berarti jika
dibandingkan dengan kondisi normal. Daerah dikatakan waspada apabila tejadi
perubahan indikator lokal yang melebihi kondisi normal. Daerah dapat disebut
rawan apabila terjadi perubahan indikator yang sangat ekstrim melebihi kondisi normal.
f. Investigasi
Analisis data hasil investigasi dilakukan
secara deskriptif dengan melihat
permasalahan dan upaya penanganan masalah
yang dilakukan dari 3 aspek, yaitu aspek ketersediaan pangan, akses terhadap
pangan, dan aspek
pemanfaatan pangan. Dengan hasil análisis
investigasi diharapkan dapat:
a) Menentukan kelompok sasaran (rumah tangga)
b) Menentukan jenis intervensi yang akan
dilakukan (apa, jumlah, berapa lama)
2. Analisis Situasi Pangan dan Gizi Tahunan
Analisis
situasi pangan dan gizi tahunan
disajikan berdasarkan tiga jenis indikator: (1) aspek ketersediaan,
(2) aspek akses pangan, dan (3) aspek pemanfaatan pangan. Kemudian
ketiga indikator digabung (dikompositkan) menjadi satu informasi situasi
pangan dan gizi wilayah, maka dapat menggunakan tahapan sebagai berikut :
- Menjumlahkan ketiga nilai skor pangan,
gizi, dan kemiskinan.
- Jumlah ketiga nilai indikator akan
diperoleh maksimum 9, dan jumlah yang terendah
3.
Hasil analisis untuk selanjutnya digunakan
sebagai bahan intervensi penanganan. Hasil analisis juga dapat divisualisasikan
dalam bentuk peta untuk mempermudah dalam mensosialisasikan dan advokasi
pengambilan kebijakan.
Peta situasi pangan dan gizi adalah peta
yang menggambarkan tingkat kerawanan masing-masing wilayah dan dapat ditinjau
dari tiga aspek, yaitu
ketersediaan, akses, dan
pemanfaatan pangan.
Peta rawan pangan dan gizi sangat berguna
bagi pemerintah daerah, untuk :
a. Mengidentifikasi wilayah - wilayah
rawan
b. Mempertajam penetapan sasaran untuk
tindakan intervensi
c. Memperbaiki kualitas perencanaan
dibidang pangan dan gizi.
2.8 Pelaporan dan Evaluasi
1. Pelaporan
a. Pokja Pangan dan Gizi (PPG) mengelola
laporan dari kecamatan dan kemudian
menganalisa dan membahas laporan tersebut sehingga tersusun informasi
tentang situasi pangan dan gizi
wilayahnya setiap bulan secara berkesinambungan.
b. Pokja menyampaikan informasi/laporan
tersebut kepada Bupati atau ketua PPG setiap bulan secara berkesinambungan.
c. Bilamana terjadi masalah, maka Pokja
menyusun alternatif pemecahan masalah sebagai bahan pengambilan keputusan oleh Bupati/KDH. Tk.
II.
d. Pokja mengkompilasi laporan tingkat
kecamatan dan menyampaikan laporan ke Pokja tingkat propinsi dengan tembusan ke
”pusat”.
e. Pembahasan situasi pangan dan gizi
dilaksanakan oleh Pokja PG yang dikoordinasikan
oleh DKP/TPG kabupaten, dan dilakukan
secara rutin setiap bulan.
2. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada setiap tingkat
untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan SKPG. Dari hasil evaluasi diharapkan
akan dapat memberikan gambaran situasi produksi dan ketersediaan pangan,
situasi gizi dan kemiskinan 12
pada setiap wilayah pelaksanaan SKPG di
sektor terkait sebagai bahan untuk penyusunan kebijaksanaan/program pembangunan
pangan dan gizi. Evaluasi tiap tingkatan dilaksanakan sebagai berikut :
1) Evaluasi tingkat kabupaten dilakukan
setiap bulan.
2) Evaluasi dilakukan melalui
rapat/pertemuan yang dipimpin oleh Kepala Daerah sebagai Ketua DKP.
2.9 Pengorganisasian Tim SKPG
Kabupaten membentuk
Pokja/Tim SKPG yang berada dibawah koordinasi Dewan
Ketahanan Pangan
Kabupaten dengan susunan Pokja/Tim minimal sebagai berikut:
1. Sekretaris: BKP/Unit
Kerja yang menangani ketahanan pangan tingkat kabupaten
2. Anggota terdiri dari
perwakilan-perwakilan instansi terkait, antara lain:
- Bappeda
- Unsur Pemda (Sekda,
Asisten)
- Dinas Pertanian,
Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan
- Dinas Kesehatan
- Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa
- Dinas Tenaga Kerja
- Dinas Perindustrian
dan Perdagangan
- Kantor Statistik
Kabupaten
- SKPD-KB
Kabupaten/Kota
- Dinas Sosial
- Bakorluh (Badan
koordinasi penyuluhan)
- Satuan Pelaksana
Penanggulangan Bencana Alam
- Divisi Regional Perum
Bulog
- Kepolisian Resort
Tugas umum pokja SKPG
di tingkat kabupaten antara lain:
a. Menemukenali secara
dini dan merespon kemungkinan timbulnya masalah pangan dan gizi
b. Menyiapkan bahan
perumusan kebijakan dan intervensi
penanganan rawan pangan dan gizi
c. Menggalang kerjasama
dengan berbagai institusi termasuk kalangan swasta serta lembaga swadaya
masyarakat dalam implementasi rencana tindak lanjut dan intervensi penanggulangan
kerawanan pangan dan gizi
Secara khusus tugas
Pokja/Tim SKPG di tingkat kabupaten antara lain:
a. Melakukan
pertemuan-pertemuan koordinasi teknis konsolidasi data dan informasi pangan dan
gizi secara regular (bulanan dan tahunan)
b. Melakukan pengolahan
dan analisis data bulanan dan tahunan
c. Menyiapkan bahan dan
menyusun laporan situasi pangan dan gizi
d. Melaporkan hasil
analisa bulanan dan tahunan kepada Ketua Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten
dan Tim Pokja pangan dan Gizi Tingkat Provinsi.
e. Melakukan
investigasi kedalaman masalah pangan dan gizi berdasarkan hasil analisis
bulanan dan merumuskan langkah-langkah intervensi.
BAB III
ANALISIS ARTIKEL
3.1
Hasil
Kejadian krisis pangan dan gizi dapat diantisipasi
apabila gejala-gejala kekurangan pangan dan gizi (sebab-sebab masalah) dapat
secara dini dikenali, dan kemudian dilakukan tindakan secara cepat dan tepat
sesuai dengan kondisi yang ada.
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) merupakan
sistem yang tepat digunakan oleh pemerintah daerah karena SKPG merupakan sistem
pengelolaan informasi pangan dan gizi dalam rangka menetapkan kebijakan program
pangan dan gizi. Selain itu, informasi pangan dan gizi dapat dipakai untuk
menetapkan kebijakan dan tindakan segera terutama dalam keadaan krisis pangan
dan gizi. Dalam keadaan normal, informasinya dapat dipakai untuk pengelolaan program
pangan dan gizi jangka panjang.
Dalam artikel disebutkan bahwa Sistem Kewaspadaan
Pangan dan Gizi (SKPG) yang sejak tahun 2007 keberadaannya di Kota Probolinggo
dikatakan vakum, sebagai deteksi dini dalam mencegah terjadinya kerawanan
pangan dan gizi
Sebenarnya Kota Probolinggo bukanlah
daerah rawan pangan dan tidak termasuk daerah yang rawan pangan. Namun, karena
ketiadaan SKPG di kota ini yang
menjadikan Kota Probolinggo mendapat warning, lingkaran merah pada
peta ketahanan pangan di propinsi Jatim sebagai daerah yang rawan pangan.
Untuk menindaklanjuti masalah tersebut, maka Dinas Pertanian kota
Probolinggo merasa perlu untuk kembali menggalakkan atau merevitalisasi SKPG
yang semula vakum menjadi aktif kembali. Tujuannya agar Kota Probolinggo di tahun 2012 tidak kembali mendapatkan warning dari
provinsi terkait masalah rawan pangan.
Agar SKPG berjalan
dengan baik maka perlu dilakukan:
1. Hendaknya Wali Kota Probolinggo lebih serius dalam
mengkoordinasi semua tim SKPG
2. Diharapkan agar Perintah Daerah Kota Probolinggo
meningkatkan sarana dan prasarana dalam menunjang kinerja Tim SKPG dengan tenaga yang selalu mengingatkan laporan, analisis data dan pertemuan
tim.
3. Perlu tenaga
penggerak SKPG yang mengerti SKPG, dapat mendekati kepala daerah dan dapat berkomunikasi
dengan pelaksana SKPG lain di daerah.
4. Perlu dipersiapkan
tim yang dapat memberikan bimbingan teknis dan manajemen kepada setiap daerah yang
membutuhkan.
Dengan tindakan-tindakan
tersebut diharapkan SKPG dapat berjalan dengan baik sesuai fungsinya dan dapat
memberikan informasi yang dapat dipakai
untuk pengelolaan program pangan dan gizi dengan tepat sasaran.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Kewaspadaan Pangan dan Gizi diartikan sebagai kesiapan
secara terus menerus untuk mengamati, menemukan secara dini dan merespon
kemungkinan timbulnya masalah kerawanan pangan dan gizi
2. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) merupakan
suatu sistem pendeteksian dan pengolahan informasi tentang situasi pangan dan
gizi yang berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar
perencanaan, penentuan kebijakan.
3. Berdasarkan analisis artikel, dapat diketahui
kinerja tim Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dalam mengatasi masalah
rawan pangan belum berjalan dengan baik.
4.2 Saran
1. Hendaknya Wali Kota Probolinggo lebih serius dalam
mengkoordinasi semua tim SKPG
3. Diharapkan agar Perintah Daerah Kota Probolinggo meningkatkan
sarana dan prasarana dalam menunjang kinerja Tim SKPG
4. Perlu tenaga penggerak SKPG yang mengerti SKPG, dapat mendekati kepala
daerah dan dapat berkomunikasi dengan pelaksana SKPG lain di daerah, agar dapat
menunjang kinerja lintas sektor.
5. Perlu dipersiapkan tim yang dapat memberikan bimbingan teknis dan manajemen
kepada setiap daerah yang membutuhkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar