BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Budaya
merupakan identitas dan komunitas suatu daerah yang dibangun dari
kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya dapat
menggambarkan kepribadian suatu bangsa sehingga budaya dapat menjadikan ukuran bagi
majunya suatu peradaban manusia. Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya
salah satunya salah satunya budaya di Kabupaten Tana Toraja, Provinsi
Sulawesi Selatan.
Suku
bangsa Toraja terkenal sebagai suku bangsa yang masih teguh memegang adat.
Setiap pekerjaan mesti dilaksanakan menurut adat, karena melanggar adat adalah
suatu pantangan dan masyarakat memandang rendah terhadap perlakuan yang
memandang rendah adat itu. Apalagi dalam kelahiran, perkawinan, kematian,
upacara adat tidak boleh ditinggalkan.
Kebudayaan
yang paling terkenal di Tana Toraja adalah upacara pemakaman yang disebut Rambu Solo. Meskipun orang Toraja
pada masa kini telah memiliki agama dan keyakinan namun kebudayaan leluhur
mereka masih terus dipertahankan. Ritual adat kematian kuno ini merupakan
bentuk penegasan keberadaan status sosial mereka.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
gambaran umum tentang masyarakat dan kebudayaan?
2. Bagaimana
gambaran umum tentang kesehatan lingkungan?
3. Bagaimana
gambaran umum tentang upacara pemakaman rambu solo?
4. Bagaimana
pengaruh rambu solo terhadap kesehatan lingkungan?
1.3 Tujuan
Setelah
menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang pengaruh
upacara pemakaman rambu solo terhadap kesehatan.
1.4 Manfaat
1.
Mahasiswa dapat mengerti dan memahami
tentang konsep masyarakat dan kebudayaan
2. Mahasiswa
dapat mengerti dan memahami tentang konsep kesehatan lingkungan
3. Mahasiswa
dapat mengerti dan memahami tentang upacara pemakaman rambu solo
4. Mahasiswa
dapat mengerti dan memahami pengaruh rambu solo terhadap kesehatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep
Masyarakat
2.1.1 Pengertian
Istilah masyarakat berasal
dari akar kata Arab “syaraka” yang berarti ikut serta (berpartisipasi). Dalam
bahasa inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin “socius”
yang berarti kawan.
Menurut Koentjaraningrat
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem
adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu,dan yang terikat oleh suatu rasa
identitas bersama.
Dalam pengertian sosiologi,
masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu-individu semata.
Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia hidup bersama.
Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan
anggota-anggotanya. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu sistem yang
terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan.
Emile Durkheim (1951) menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan
yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan
anggota-anggotanya.
2.1.2 Ciri-ciri Masyarakat
1. Interaksi diantara sesama anggota
masyarakat
Di dalam masyarakat terjadi interaksi sosial yang merupakan
hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar perseorangan, antar
kelompok-kelompok maupun antara perseorangan dengan kelompok, untuk terjadinya
interaksi sosial harus memiliki dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
2. Menempati wilayah dengan batas-batas
tertentu
Suatu kelompok masyarakat menempati suatu wilayah tertentu
menurut suatu keadaan geografis sebagai tempat tinggal komunitasnya, baik dalam
ruang lingkup yang kecil RT/RW, Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi,
dan bahkan Negara.
3. Saling tergantung satu dengan
lainnya
Anggota masyarakat yang hidup pada suatu wilayah tertentu saling
tergantung satu dengan yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tiap-tiap anggota masyarakat mempunyai keterampilan sesuai dengan kemampuan dan
profesi masing-masing. Mereka hidup saling melengkapi, saling memenuhi agar
tetap berhasil dalam kehidupannya.
4. Memiliki adat istiadat
tertentu/kebudayaan
Adat istiadat dan
kebudayaan diciptakan untuk mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, yang
mencakup bidang yang sangat luas diantara tata cara berinteraksi antara
kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, apakah itu dalam perkawinan,
kesenian, mata pencaharian, sistem kekerabatan dan sebagainya.
5. Memiliki identitas bersama
Suatu kelompok masyarakat memiliki
identitas yang dapat dikenali oleh anggota masyarakat lainnya, hal ini penting
untuk menopang kehidupan dalam bermasyarakat yang lebih luas. Identitas
kelompok dapat berupa lambang-lambang bahasa, pakaian, simbol-simbol tertentu
dari perumahan, benda-benda tertentu seperti alat pertanian, mata uang, senjata
tajam, kepercayaan dan sebagainya.
2.2 Konsep Budaya
2.2.1 Pengertian
Secara sederhana kebudayaan dapat diartikan sebagai
hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya Budaya atau kebudayaan berasal
dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi
dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan.
Koentjaraningrat (2009) mendefinisikan kebudayaan
adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata
kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam
kehidupan masyarakat. Asalkan sesuatu yang dilakukan manusia memerlukan belajar
maka hal itu bisa dikategorikan sebagai budaya.
Taylor dalam bukunya Primitive Culture, memberikan
definisi kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks yang didalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan kesenian, moral, hukum,
adat-istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat manusia
sebagai anggota masyarakat.
Menurut Herskovits, Budaya sebagai hasil karya manusia
sebagai bagian dari lingkungannya (culture is the human-made part of the environment).
Artinya
segala sesuatu yang merupakan hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu
abstrak maupun nyata, asalkan merupakan proses untuk terlibat dalam
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial, maka bisa disebut budaya.
Menurut Robert H
Lowie kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat,
mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan,
keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan
warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
Sedangkan
menurut M. Jacobs dan B.J. Stern kebudayaan mencakup
keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan
kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.
Dari berbagai definisi di atas, dapat
diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi
sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi seni dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
2.2.2 Wujud Kebudayaan
J. J Honigmann (dalam Koenjtaraningrat,
2009) membedakan adanya tiga ‘gejala kebudayaan’ : yaitu : (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifact, dan ini diperjelas oleh
Koenjtaraningrat yang mengistilahkannya dengan tiga wujud kebudayaan :
1.
Wujud kebudayaan sebagai suatu yang
kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan
sebagainya.
Wujud tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan,
sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada
di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan
memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat
sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat.
2.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Wujud tersebut
dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari
manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan
karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang
berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam
masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.
3.
Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil
karya manusia.
Wujud ini
disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya
paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya :
candi, bangunan, baju, kain komputer dll.
2.2.3
Unsur-unsur Kebudayaan
Koentjaraningrat (2009) membagi budaya menjadi 7
unsur, yaitu :
1. Sistem religi
-
sistem kepercayaan
-
sistem nilai dan pandangan hidup
-
komunikasi keagamaan
-
upacara keagamaan
2. Organisasi sosial
-
kekerabatan
-
asosiasi dan perkumpulan
-
sistem kenegaraan
-
sistem kesatuan hidup
-
perkumpulan
3. Sistem pengetahuan
- flora dan fauna
- waktu, ruang dan bilangan
- tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia
4. Bahasa
-
lisan
-
tulisan
5. Kesenian
-
seni patung/pahat
-
relief
-
lukis dan gambar
-
rias
-
vokal
-
musik
-
bangunan
-
kesusastraan
-
drama
6. Sistem mata pencaharian hidup
-
berburu dan mengumpulkan makanan
-
bercocok tanam
-
peternakan
-
perikanan
-
perdagangan
7. Sistem teknologi dan peralatan hidup
-
produksi, distribusi, transportasi
-
peralatan komunikasi
-
peralatan konsumsi dalam bentuk wadah
-
pakaian dan perhiasan
-
tempat berlindung dan perumahan
-
senjata
Ketujuh unsur budaya di atas kemudian membentuk budaya
secara keseluruhan.
2.2.4 Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan Dan Perilaku
Kesehatan
Menurut G.M. Foster (1973) , aspek budaya dapat
mempengaruhi kesehatan al :
a. Pengaruh tradisi
Ada beberapa tradisi didalam masyarakat yang dapat
berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat.
b. Sikap fatalistis
Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi
perilaku kesehatan. Contoh: Beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok
tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan,
dan sakit atau mati adalah takdir , sehingga masyarakat kurang berusaha untuk
segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
c. Sikap ethnosentris
Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling
baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain.
d. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya
Contoh: Dalam upaya perbaikan gizi, disuatu daerah
pedesaan tertentu, menolak untuk makan daun singkong, walaupun mereka tahu
kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat bernaggapan
daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka menolaknya karena
status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.
e. Pengaruh norma
Contoh: upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan
bayi banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara
dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.
f. Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap
perilaku kesehatan. Contoh: masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih
daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi
diberas merah daripada diberas putih.
g. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat
awal dari proses sosialisasi terhadap perilaku kesehatan
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh
terhadap kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, manusia yang
biasa makan nasi sejak kecil, akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah
dewasa.
h. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku
kesehatan
Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan
perubahan perilaku kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah
konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis
faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan berusaha untuk
memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebut.
2.3 Konsep Kesehatan Lingkungan
2.3.1 Pengertian
Kesehatan lingkungan dapat
didefinisikan sebagai suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan
ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya
realitas hidup manusia yang sehat, sejahtera dan bahagia. (Himpunan Ahli
Kesehatan Lingkungan).
Menurut Sudjono Soenhadji (1994)
kesehatan lingkungan adalah ilmu & seni dalam mencapai keseimbangan,
keselarasan dan keserasian lingkungan hidup melalui upaya pengembangan budaya
perilaku sehat dan pengelolaan lingkungan sehingga dicapai kondisi yang bersih,
aman, nyaman, sehat dan sejahtera terhindar dari gangguan penyakit, pencemaran
dan kecelakaan, sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Pengertian sehat menurut WHO
adalah keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya
berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan. Sedangkan
pengertian kesehatan lingkungan menurut WHO adalah suatu keseimbangan ekologi
yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat
dari manusia.
2.3.2 Ruang Lingkup
Kesehatan Lingkungan
1. Penyediaan air minum
2. Pengolahan air buangan
dan pengendalian pencemaran
3. Pengelolaan sampah padat
4. Pengendalian vector
5. Pencegahan dan
pengendalian pencemaran tanah dan ekskreta manusia
6. Higiene makanan
7. Pengendalian pencemaran
udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan permukiman
12. Perencanaan daerah
perkotaan
13. Kesehatan lingkungan
transportasi udara, laut dan darat
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan
pariwisata
16. Tindakan sanitasi
yang berhubungan dengan epidemic, bencana, kedaruratan
17. Tindakan pencegahan
agar lingkungan bebas dari risiko gangguan kesehatan
2.4 Konsep Upacara
Pemakaman Rambu Solo
2.4.1 Pengertian
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan,
Indonesia.
Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih
tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen,
sementara sebagian menganut Islam
dan kepercayaan animisme
yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui
kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Suku Toraja terkenal akan ritual
pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Dalam masyarakat
Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya
mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya
akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan
yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman
seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama
beberapa hari.
Upacara ini biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari
mulai condong ke barat. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante
biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain
sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan
berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang
ditinggalkan. Kuburannya sendiri dibuat di bagian atas tebing di
ketinggian bukit batu. Karena menurut kepercayaan Aluk To Dolo di kalangan
orang Tana Toraja, semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka
semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana.
Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat
Tana Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang
meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para
leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan (dunia arwah, atau akhirat),
disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia.
Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian. Dikatakan
demikian, karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal
setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang
meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang “sakit” atau “lemah”, sehingga
ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat
tidur dan diberi hidangan makanan, minuman dan rokok atau sirih, bahkan selalu
diajak berbicara.
Jenazah dipindahkan dari rumah duka menuju tongkonan
pertama (tongkonan tammuon), yaitu tongkonan dimana ia berasal. Di sana
dilakukan penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban atau dalam bahasa
Torajanya Ma'tinggoro Tedong, yaitu cara penyembelihan khas orang Toraja,
menebas kerbau dengan parang dengan satu kali tebasan saja. Kerbau yang akan
disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Setelah
itu, kerbau tadi dipotong-potong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada mereka
yang hadir.
Jenazah berada di tongkonan pertama (tongkonan
tammuon) hanya sehari, lalu keesokan harinya jenazah akan dipindahkan lagi ke
tongkonan yang berada agak ke atas lagi, yaitu tongkonan barebatu, dan di sini
pun prosesinya sama dengan di tongkonan yang pertama, yaitu penyembelihan
kerbau dan dagingnya akan dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berada di
sekitar tongkonan tersebut.
Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas
Toraja). Di depan duba-duba terdapat lamba-lamba (kain merah yang panjang,
biasanya terletak di depan keranda jenazah, dan dalam prosesi pengarakan, kain
tersebut ditarik oleh para wanita dalam keluarga itu).
Prosesi pengarakan jenazah dari tongkonan barebatu
menuju rante dilakukan setelah kebaktian dan makan siang. Barulah keluarga
dekat arwah ikut mengusung keranda tersebut. Para laki-laki yang mengangkat
keranda tersebut, sedangkan wanita yang menarik lamba-lamba.
Dalam pengarakan terdapat urut-urutan yang harus
dilaksanakan, pada urutan pertama kita akan lihat orang yang membawa gong yang
sangat besar, lalu diikuti dengan tompi saratu (atau yang biasa kita kenal
dengan umbul-umbul), lalu tepat di belakang tompi saratu ada barisan tedong (kerbau)
diikuti dengan lamba-lamba dan yang terakhir barulah duba-duba.
Jenazah tersebut akan disemayamkan di rante
(lapangan khusus tempat prosesi berlangsung), di sana sudah berdiri lantang
(rumah sementara yang terbuat dari bambu dan kayu) yang sudah diberi nomor.
Lantang itu sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal para sanak keluarga yang
datang nanti. Karena selama acara berlangsung mereka semua tidak kembali ke
rumah masing-masing tetapi menginap di lantang yang telah disediakan oleh
keluarga yang sedang berduka.
Iring-iringan jenazah akhirnya sampai di rante yang
nantinya akan diletakkan di lakkien (menara tempat disemayamkannya jenazah
selama prosesi berlangsung). Menara itu merupakan bangunan yang paling tinggi
di antara lantang-lantang yang ada di rante. Lakkien sendiri terbuat dari pohon
bambu dengan bentuk rumah adat Toraja. Jenazah dibaringkan di atas lakkien
sebelum nantinya akan dikubur. Di rante sudah siap dua ekor kerbau yang akan
ditebas.
Setelah jenazah sampai di lakkien, acara selanjutnya
adalah penerimaan tamu, yaitu sanak saudara yang datang dari penjuru tanah air.
Pada sore hari setelah prosesi penerimaan tamu selesai, dilanjutkan dengan
hiburan bagi para keluarga dan para tamu undangan yang datang, dengan
mempertontonkan ma'pasilaga tedong (adu kerbau), kerbau yang diadu adalah
kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok
kebawah ataupun (balukku', sokko) yang berkulit belang (tedong bonga), tedong
bonga di Toraja sangat bernilai tinggi harganya sampai ratusan juta. Kerbau Tedong Bonga adalah termasuk kelompok kerbau lumpur
(Bubalus bubalis) merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana Toraja.
Kesulitan pembiakan dan kecenderungan untuk dipotong sebanyak-banyaknya pada
upacara adat membuat plasma nutfah (sumber daya genetika) asli itu terancam
kelestariannya.
Penonton yang hadir juga akan dihibur dengan tari
tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo’ seperti : Pa’Badong, Pa’Dondi,
Pa’Randing, Pa’Katia, Pa’papanggan, Passailo dan Pa’pasilaga Tedong. Selanjutnya
untuk seni musiknya: Pa’pompang, Pa’dali-dali dan Unnosong.
Selama beberapa hari ke depan penerimaan
tamu dan adu kerbau merupakan agenda acara berikutnya, penerimaan tamu terus
dilaksanakan sampai semua tamu-tamunya berada di tempat yang telah disediakan
yaitu lantang yang berada di rante. Sore harinya selalu diadakan adu kerbau,
hal ini merupakan hiburan yang digemari oleh orang-orang Tana Toraja hingga
sampai pada hari penguburan. Baik itu yang dikuburkan di tebing maupun yang di
patane' (kuburan dari kayu berbentuk rumah adat).
Ada tiga cara pemakaman dalam rambu
solo, diantaranya: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu
berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya terkadang dikubur di makam batu
berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa
bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh
anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan
di gua dan menghadap ke luar. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan
tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum
membusuk dan membuat petinya terjatuh.
Kemeriahan upacara Rambu
Solo ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah
hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status.
Bila bangsawan yang meninggal dunia, maka jumlah kerbau yang akan dipotong
untuk keperluan acara jauh lebih banyak dibanding untuk mereka yang bukan
bangsawan. Untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau bisa berkisar dari 24 sampai
dengan 100 ekor kerbau. Sedangkan warga golongan menengah diharuskan
menyembelih 8 ekor kerbau ditambah dengan 50 ekor babi, dan lama upacara
sekitar 3 hari.
Tapi, sebelum jumlah itu
mencukupi, jenazah tidak boleh dikuburkan di tebing atau di tempat tinggi.
Makanya, tak jarang jenazah disimpan selama bertahun-tahun di Tongkonan (rumah
adat Toraja) sampai akhirnya keluarga almarhum/ almarhumah dapat menyiapkan
hewan kurban. Namun bagi penganut agama Nasrani dan Islam kini, jenazah dapat
dikuburkan dulu di tanah, lalu digali kembali setelah pihak keluarganya siap
untuk melaksanakan upacara ini.
Upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan
yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:
· Dipasang Bongi:
Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja.
· Dipatallung
Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan
dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
· Dipalimang
Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan
disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
· Dipapitung
Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada setiap
harinya dilakukan pemotongan hewan.
Dulu, upacara ini hanya
mampu dilaksanakan oleh keluarga bangsawan. Namun seiring dengan perkembangan
ekonomi, strata sosial tidak lagi berdasarkan pada keturunan atau kedudukan,
melainkan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampanan ekonomi. Saat ini,
sudah banyak masyarakat Toraja dari strata sosial rakyat biasa menjadi
hartawan, sehingga mampu menggelar upacara ini.
2.4.2 Pengaruh Rambu Solo terhadap
Kesehatan Lingkungan
Upacara pemakaman Rambu Solo membutuhkan
biaya yang sangat besar. Apalagi, harus memotong puluhan bahkan ratusan hewan
terdiri dari kerbau, sapi, babi dan lainnya. Sebelum upacara ini dilaksanakan
maka orang yang meninggal itu dianggap sebagai orang sakit dan tetap
ditempatkan dalam tongkonan. Untuk masyarakat yang memiliki satus sosial
rendah, perlu menunggu waktu yang lama sehingga upacara rambu solo dapat
dilaksanakan. Selama menunggu waktu tersebut, mayat tentu akan mengalami
pembusukan walaupun sudah disiasati dengan pengawetan alami atau pembalseman.
Proses pembusukan berawal dari mikroba yang berada
dalam tubuh organisme yang sudah tidak bernyawa, misalnya bakter-bakteri yang
hidup dalam usus besar manusia. Sesaat setelah makhluk hidup tidak bernyawa,
bakteri mulai mendegradasi protein yang terdapat dalam tubuh. Jika seluruh
jenis ikatan protein sudah terputus, maka beberapa jaringan tubuh menjadi tidak
berfungsi. Proses ini dilanjutkan oleh bakteri yang datang dari luar, berasal
dari udara, air dan tanah. Berbagai jenis bakteri tersebut menyerang sistem
pertahanan tubuh yang sudah tidak aktif, menghancurkan jaringan otot, atau
menghasilkan enzim penghancur sel (protease).
Tidak semua mikroba mampu mendegradasi mayat, pada
umumnya jenis bakteri heterotrof. Bakteri ini membutuhkan molekul-molekul
organik dari organisme lain sebagai nutrisi agar bisa bertahan hidup dan
berkembangbiak. Organisme heterotrof biasanya hidup dan berkembangbiak pada
organisme mati. Mikroba tersebut mendapatkan energi dengan menguraikan senyawa
organik pada organisme mati. Molekul-molekul besar seperti protein,
karbohidrat, lemak atau senyawa organik lainnya mengalami dekomposisi menjadi
molekul tunggal seperti asam amino, metana, gas CO2, serta molekul lain yang
merupakan senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor dan sulfur.
Pembusukan dimulai dengan pemutusan ikatan protein-protein
besar pada jaringan tubuh oleh bakteri fermentasi menggunakan enzim protease.
Pemutusan protein menghasilkan asam amino. Misalnya asam amino akan dicerna
bakteri asetogen yang direkasikan dengan oksigen dan menghasilkan asam asetat
yang menimbulkan bau tidak sedap. Asam asetat akan diproses oleh bakteri
metanogen, misalnya Methanolhemobacter thermoantrotrophicum yang biasa hidup di
lingkungan kotor seperti selokan dan pembuangan limbah. Bakteri mereaksikan
asam asetat dengan gas hidrogen dan karbondioksida. Metana dalam bentuk gas
juga berbau busuk. Selain asam asetat dan metana, beberapa bakteri menghasilkan
gas hidrogen sulfida yang baunya seperti telur busuk. Bau busuk yang bercampur
dengan uap garam dan berbagai zat di udara bebas dapat mereduksi konsentrasi
elektrolit dalam tubuh. Produk berbahaya selain gas yang dihasilkan cairan asam
dan cairan lain yang mengandung protein toksik.
Jika cairan ini menginfeksi kulit yang luka atau
terkena makanan, bukan hanya produk beracunnya yang masuk dalam tubuh tetapi
juga bakteri heterotrof patogen seperti Clostridium. Bakteri tersebut dapat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti lemahnya sistem pertahanan
tubuh, malaria, diare, tetanus, serta infeksi lainnya.
Tongkonan yang digunakan sebagai tempat
menyimpan mayat sebelum upacara rambu solo dilaksanakan juga ditempati oleh
anggota keluarga lainnya yang masih sehat. Dalam tongkonan tidak hanya dihuni
oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak, ibu hamil bahkan bayi. Sehingga
ditakutkan bakteri dalam pembusukan dari mayat yang tinggal beserta anggota
keluarga lain yang sehat dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan bagi
anggota keluarga yang tinggal dengan mayat tersebut.
Selain itu penyembelihan kerbau dalam
jumlah banyak dengan cara sekali tebas yang dilakukan di area tanah terbuka
tanpa alas, kemudian dagingnya dipotong-potong dan dibagikan ke orang-orang
yang hadir. Dengan cara seperti ini, dapat diketahui bahwa higiene dari daging
tersebut tidak terjaga dengan baik, sehingga akan menimbulkan masalah kesehatan
bagi orang yang mengkonsumsinya.
Selain masalah di atas, upacara rambu
solo juga dapat menimbulkan masalah ekosistem karena kerbau yang diadu adalah
kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok
kebawah ataupun (balukku', sokko) yang berkulit belang (tedong bonga), tedong
bonga di Toraja sangat bernilai tinggi harganya sampai ratusan juta. Kerbau Tedong Bonga adalah termasuk kelompok kerbau lumpur
(Bubalus bubalis) merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana Toraja.
Kesulitan pembiakan dan kecenderungan untuk dipotong sebanyak-banyaknya pada
upacara adat membuat plasma nutfah (sumber daya genetika) asli itu terancam
kelestariannya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebudayaan merupakan sistem pengetahuan
yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi
seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Salah satu warisan kebudayaan yang dimiliki
Indonesia yang sangat terkenal
hingga ke luar negeri adalah kebudayaan suku Tana Toraja yang memiliki ritual pemakaman yang
dianggap paling rumit di dunia yang
disebut Rambu Solo.
Rambu Solo adalah upacara adat kematian
masyarakat Tana Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah
orang yang meninggal dunia menuju alam roh di sebuah tempat peristirahatan (dunia
arwah, atau akhirat), disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan
tempat tinggal manusia.
Dibalik keindahan dan keunikan rambu solo ternyata
terdapat beberapa masalah yang ditimbulkan misalnya bakteri dalam pembusukan
dari mayat yang tinggal beserta anggota keluarga lain yang sehat dapat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti lemahnya sistem pertahanan tubuh
atau imunitas, malaria, diare, tetanus, serta infeksi lainnya. Serta punahnya
ekosistem kerbau Tedong Bonga akibat sering dipotong dalam jumlah banyak.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini dan
mengetahui masalah-masalah yang dapat ditimbulkan akibat upacara pemakaman rambu
solo, diharapkan masyarakat pada umumnya dan pembaca pada khususnya dapat
menerapkan penanggulangan dan pencegahan dari masalah-masalah tersebut, seperti
penggunakan alat pelindung diri serta pola hidup yang sehat untuk menjaga daya
tahan tubuh, serta melakukan pendekatan terhadap tokoh adat untuk mengubah kebiasaan
yang dianggap tidak baik bagi kesehatan lingkungan dengan cara mengganti dengan
alternatif lain sehingga budaya tetap terjaga serta kesehatan lingkungan juga
tetap terjaga.
Mysore-Jurisdiction Casino - Jeju City, Korea
BalasHapusMysore-Jurisdiction Casino 태백 출장마사지 - Jeju 광명 출장안마 City, 부산광역 출장샵 Korea. 나주 출장안마 Description · The Mysore-Jurisdiction Casino, located at 춘천 출장샵 Jeju City,