Selasa, 01 Januari 2013

Antropologi Rambu Solo


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Budaya merupakan identitas dan komunitas suatu daerah yang  dibangun dari kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya dapat menggambarkan kepribadian suatu bangsa sehingga budaya dapat menjadikan ukuran bagi majunya suatu peradaban manusia. Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya salah satunya salah satunya budaya di Kabupaten  Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan.
Suku bangsa Toraja terkenal sebagai suku bangsa yang masih teguh memegang adat. Setiap pekerjaan mesti dilaksanakan menurut adat, karena melanggar adat adalah suatu pantangan dan masyarakat memandang rendah terhadap perlakuan  yang memandang rendah adat itu.  Apalagi dalam kelahiran, perkawinan, kematian, upacara adat tidak boleh ditinggalkan.
Kebudayaan yang paling terkenal di Tana Toraja adalah upacara pemakaman yang disebut Rambu Solo. Meskipun orang Toraja pada masa kini telah memiliki agama dan keyakinan namun kebudayaan leluhur mereka masih terus dipertahankan. Ritual adat kematian kuno ini merupakan bentuk penegasan keberadaan status sosial mereka.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana gambaran umum tentang masyarakat dan kebudayaan?
2.      Bagaimana gambaran umum tentang kesehatan lingkungan?
3.      Bagaimana gambaran umum tentang upacara pemakaman rambu solo?
4.      Bagaimana pengaruh rambu solo terhadap kesehatan lingkungan?

1.3  Tujuan
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang pengaruh upacara pemakaman rambu solo terhadap kesehatan.

1.4  Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang konsep masyarakat dan kebudayaan
2.    Mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang konsep kesehatan lingkungan
3.    Mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang upacara pemakaman rambu solo
4.    Mahasiswa dapat mengerti dan memahami pengaruh rambu solo terhadap kesehatan


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Masyarakat
2.1.1 Pengertian
Istilah masyarakat berasal dari akar kata Arab “syaraka” yang berarti ikut serta (berpartisipasi). Dalam bahasa inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin “socius” yang berarti kawan.
Menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu,dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Dalam pengertian sosiologi, masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan anggota-anggotanya. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan. Emile Durkheim (1951) menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.

2.1.2 Ciri-ciri Masyarakat
1. Interaksi diantara sesama anggota masyarakat
Di dalam masyarakat terjadi interaksi sosial yang merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar perseorangan, antar kelompok-kelompok maupun antara perseorangan dengan kelompok, untuk terjadinya interaksi sosial harus memiliki dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
2. Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu
Suatu kelompok masyarakat menempati suatu wilayah tertentu menurut suatu keadaan geografis sebagai tempat tinggal komunitasnya, baik dalam ruang lingkup yang kecil RT/RW, Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, dan bahkan Negara.

3. Saling tergantung satu dengan lainnya
Anggota masyarakat yang hidup pada suatu wilayah tertentu saling tergantung satu dengan yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tiap-tiap anggota masyarakat mempunyai keterampilan sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-masing. Mereka hidup saling melengkapi, saling memenuhi agar tetap berhasil dalam kehidupannya.
4. Memiliki adat istiadat tertentu/kebudayaan
Adat istiadat dan kebudayaan diciptakan untuk mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, yang mencakup bidang yang sangat luas diantara tata cara berinteraksi antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, apakah itu dalam perkawinan, kesenian, mata pencaharian, sistem kekerabatan dan sebagainya.
5. Memiliki identitas bersama
Suatu kelompok masyarakat memiliki identitas yang dapat dikenali oleh anggota masyarakat lainnya, hal ini penting untuk menopang kehidupan dalam bermasyarakat yang lebih luas. Identitas kelompok dapat berupa lambang-lambang bahasa, pakaian, simbol-simbol tertentu dari perumahan, benda-benda tertentu seperti alat pertanian, mata uang, senjata tajam, kepercayaan dan sebagainya.

2.2 Konsep Budaya
2.2.1 Pengertian
Secara sederhana kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Koentjaraningrat (2009) mendefinisikan kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Asalkan sesuatu yang dilakukan manusia memerlukan belajar maka hal itu bisa dikategorikan sebagai budaya.
Taylor dalam bukunya Primitive Culture, memberikan definisi kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Herskovits, Budaya sebagai hasil karya manusia sebagai bagian dari lingkungannya (culture is the human-made part of the environment). Artinya segala sesuatu yang merupakan hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu abstrak maupun nyata, asalkan merupakan proses untuk terlibat dalam lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial, maka bisa disebut budaya.
Menurut Robert H Lowie kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
Sedangkan menurut M. Jacobs dan B.J. Stern kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.2.2 Wujud Kebudayaan
J. J Honigmann (dalam Koenjtaraningrat, 2009) membedakan adanya tiga ‘gejala kebudayaan’ : yaitu : (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifact, dan ini diperjelas oleh Koenjtaraningrat yang mengistilahkannya dengan tiga wujud kebudayaan :
1.    Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
Wujud tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat.

2.    Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.

3.    Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan, baju, kain komputer dll.

2.2.3 Unsur-unsur Kebudayaan
Koentjaraningrat (2009) membagi budaya menjadi 7 unsur, yaitu :
1.    Sistem religi
-       sistem kepercayaan
-       sistem nilai dan pandangan hidup
-       komunikasi keagamaan
-       upacara keagamaan
2.    Organisasi sosial
-                kekerabatan
-                asosiasi dan perkumpulan
-                sistem kenegaraan
-                sistem kesatuan hidup
-                perkumpulan
3.    Sistem pengetahuan
-  flora dan fauna
-  waktu, ruang dan bilangan
-  tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia
4.    Bahasa
-                lisan
-                tulisan
5.    Kesenian
-                seni patung/pahat
-                relief
-                lukis dan gambar
-                rias
-                vokal
-                musik
-                bangunan
-                kesusastraan
-                drama
6.    Sistem mata pencaharian hidup
-                berburu dan mengumpulkan makanan
-                bercocok tanam
-                peternakan
-                perikanan
-                perdagangan
7.    Sistem teknologi dan peralatan hidup
-                produksi, distribusi, transportasi
-                peralatan komunikasi
-                peralatan konsumsi dalam bentuk wadah
-                pakaian dan perhiasan
-                tempat berlindung dan perumahan
-                senjata

Ketujuh unsur budaya di atas kemudian membentuk budaya secara keseluruhan.
2.2.4 Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan
Menurut G.M. Foster (1973) , aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan al :
a. Pengaruh tradisi
Ada beberapa tradisi didalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat.
b. Sikap fatalistis
Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh: Beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir , sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
c. Sikap ethnosentris
Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain.
d. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya
Contoh: Dalam upaya perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu, menolak untuk makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat bernaggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.
e. Pengaruh norma
Contoh: upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.
f. Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Contoh: masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
g. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap perilaku kesehatan
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, manusia yang biasa makan nasi sejak kecil, akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah dewasa.
h. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebut.

2.3 Konsep Kesehatan Lingkungan
2.3.1 Pengertian
Kesehatan lingkungan dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya realitas hidup manusia yang sehat, sejahtera dan bahagia. (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan).
Menurut Sudjono Soenhadji (1994) kesehatan lingkungan adalah ilmu & seni dalam mencapai keseimbangan, keselarasan dan keserasian lingkungan hidup melalui upaya pengembangan budaya perilaku sehat dan pengelolaan lingkungan sehingga dicapai kondisi yang bersih, aman, nyaman, sehat dan sejahtera terhindar dari gangguan penyakit, pencemaran dan kecelakaan, sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Pengertian sehat menurut WHO adalah keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan. Sedangkan pengertian kesehatan lingkungan menurut WHO adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.

2.3.2 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
1. Penyediaan air minum
2. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran
3. Pengelolaan sampah padat
4. Pengendalian vector
5. Pencegahan dan pengendalian pencemaran tanah dan ekskreta manusia
6. Higiene makanan
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9.  Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan permukiman
12. Perencanaan daerah perkotaan
13. Kesehatan lingkungan transportasi udara, laut dan darat
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan sanitasi yang berhubungan dengan epidemic, bencana, kedaruratan
17. Tindakan pencegahan agar lingkungan bebas dari risiko gangguan kesehatan

2.4 Konsep Upacara Pemakaman Rambu Solo
2.4.1 Pengertian
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke barat. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Kuburannya sendiri dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu. Karena menurut kepercayaan Aluk To Dolo di kalangan orang Tana Toraja, semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana.
Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan (dunia arwah, atau akhirat), disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian. Dikatakan demikian, karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan, minuman dan rokok atau sirih, bahkan selalu diajak berbicara.
Jenazah dipindahkan dari rumah duka menuju tongkonan pertama (tongkonan tammuon), yaitu tongkonan dimana ia berasal. Di sana dilakukan penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban atau dalam bahasa Torajanya Ma'tinggoro Tedong, yaitu cara penyembelihan khas orang Toraja, menebas kerbau dengan parang dengan satu kali tebasan saja. Kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Setelah itu, kerbau tadi dipotong-potong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada mereka yang hadir.
Jenazah berada di tongkonan pertama (tongkonan tammuon) hanya sehari, lalu keesokan harinya jenazah akan dipindahkan lagi ke tongkonan yang berada agak ke atas lagi, yaitu tongkonan barebatu, dan di sini pun prosesinya sama dengan di tongkonan yang pertama, yaitu penyembelihan kerbau dan dagingnya akan dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berada di sekitar tongkonan tersebut.
Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas Toraja). Di depan duba-duba terdapat lamba-lamba (kain merah yang panjang, biasanya terletak di depan keranda jenazah, dan dalam prosesi pengarakan, kain tersebut ditarik oleh para wanita dalam keluarga itu).
Prosesi pengarakan jenazah dari tongkonan barebatu menuju rante dilakukan setelah kebaktian dan makan siang. Barulah keluarga dekat arwah ikut mengusung keranda tersebut. Para laki-laki yang mengangkat keranda tersebut, sedangkan wanita yang menarik lamba-lamba.
Dalam pengarakan terdapat urut-urutan yang harus dilaksanakan, pada urutan pertama kita akan lihat orang yang membawa gong yang sangat besar, lalu diikuti dengan tompi saratu (atau yang biasa kita kenal dengan umbul-umbul), lalu tepat di belakang tompi saratu ada barisan tedong (kerbau) diikuti dengan lamba-lamba dan yang terakhir barulah duba-duba.
Jenazah tersebut akan disemayamkan di rante (lapangan khusus tempat prosesi berlangsung), di sana sudah berdiri lantang (rumah sementara yang terbuat dari bambu dan kayu) yang sudah diberi nomor. Lantang itu sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal para sanak keluarga yang datang nanti. Karena selama acara berlangsung mereka semua tidak kembali ke rumah masing-masing tetapi menginap di lantang yang telah disediakan oleh keluarga yang sedang berduka.
Iring-iringan jenazah akhirnya sampai di rante yang nantinya akan diletakkan di lakkien (menara tempat disemayamkannya jenazah selama prosesi berlangsung). Menara itu merupakan bangunan yang paling tinggi di antara lantang-lantang yang ada di rante. Lakkien sendiri terbuat dari pohon bambu dengan bentuk rumah adat Toraja. Jenazah dibaringkan di atas lakkien sebelum nantinya akan dikubur. Di rante sudah siap dua ekor kerbau yang akan ditebas.
Setelah jenazah sampai di lakkien, acara selanjutnya adalah penerimaan tamu, yaitu sanak saudara yang datang dari penjuru tanah air. Pada sore hari setelah prosesi penerimaan tamu selesai, dilanjutkan dengan hiburan bagi para keluarga dan para tamu undangan yang datang, dengan mempertontonkan ma'pasilaga tedong (adu kerbau), kerbau yang diadu adalah kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok kebawah ataupun (balukku', sokko) yang berkulit belang (tedong bonga), tedong bonga di Toraja sangat bernilai tinggi harganya sampai ratusan juta. Kerbau Tedong Bonga adalah termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana Toraja. Kesulitan pembiakan dan kecenderungan untuk dipotong sebanyak-banyaknya pada upacara adat membuat plasma nutfah (sumber daya genetika) asli itu terancam kelestariannya.
Penonton yang hadir juga akan dihibur dengan tari tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo’ seperti : Pa’Badong, Pa’Dondi, Pa’Randing, Pa’Katia, Pa’papanggan, Passailo dan Pa’pasilaga Tedong. Selanjutnya untuk seni musiknya: Pa’pompang, Pa’dali-dali dan Unnosong.
Selama beberapa hari ke depan penerimaan tamu dan adu kerbau merupakan agenda acara berikutnya, penerimaan tamu terus dilaksanakan sampai semua tamu-tamunya berada di tempat yang telah disediakan yaitu lantang yang berada di rante. Sore harinya selalu diadakan adu kerbau, hal ini merupakan hiburan yang digemari oleh orang-orang Tana Toraja hingga sampai pada hari penguburan. Baik itu yang dikuburkan di tebing maupun yang di patane' (kuburan dari kayu berbentuk rumah adat).
Ada tiga cara pemakaman dalam rambu solo, diantaranya: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya terkadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.
Kemeriahan upacara Rambu Solo ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status. Bila bangsawan yang meninggal dunia, maka jumlah kerbau yang akan dipotong untuk keperluan acara jauh lebih banyak dibanding untuk mereka yang bukan bangsawan. Untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau bisa berkisar dari 24 sampai dengan 100 ekor kerbau. Sedangkan warga golongan menengah diharuskan menyembelih 8 ekor kerbau ditambah dengan 50 ekor babi, dan lama upacara sekitar 3 hari.
Tapi, sebelum jumlah itu mencukupi, jenazah tidak boleh dikuburkan di tebing atau di tempat tinggi. Makanya, tak jarang jenazah disimpan selama bertahun-tahun di Tongkonan (rumah adat Toraja) sampai akhirnya keluarga almarhum/ almarhumah dapat menyiapkan hewan kurban. Namun bagi penganut agama Nasrani dan Islam kini, jenazah dapat dikuburkan dulu di tanah, lalu digali kembali setelah pihak keluarganya siap untuk melaksanakan upacara ini.
Upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:
· Dipasang Bongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja.
· Dipatallung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
· Dipalimang Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
· Dipapitung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan hewan.
Dulu, upacara ini hanya mampu dilaksanakan oleh keluarga bangsawan. Namun seiring dengan perkembangan ekonomi, strata sosial tidak lagi berdasarkan pada keturunan atau kedudukan, melainkan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampanan ekonomi. Saat ini, sudah banyak masyarakat Toraja dari strata sosial rakyat biasa menjadi hartawan, sehingga mampu menggelar upacara ini.

2.4.2 Pengaruh Rambu Solo terhadap Kesehatan Lingkungan
Upacara pemakaman Rambu Solo membutuhkan biaya yang sangat besar. Apalagi, harus memotong puluhan bahkan ratusan hewan terdiri dari kerbau, sapi, babi dan lainnya. Sebelum upacara ini dilaksanakan maka orang yang meninggal itu dianggap sebagai orang sakit dan tetap ditempatkan dalam tongkonan. Untuk masyarakat yang memiliki satus sosial rendah, perlu menunggu waktu yang lama sehingga upacara rambu solo dapat dilaksanakan.  Selama menunggu waktu tersebut, mayat tentu akan mengalami pembusukan walaupun sudah disiasati dengan pengawetan alami atau pembalseman.
Proses pembusukan berawal dari mikroba yang berada dalam tubuh organisme yang sudah tidak bernyawa, misalnya bakter-bakteri yang hidup dalam usus besar manusia. Sesaat setelah makhluk hidup tidak bernyawa, bakteri mulai mendegradasi protein yang terdapat dalam tubuh. Jika seluruh jenis ikatan protein sudah terputus, maka beberapa jaringan tubuh menjadi tidak berfungsi. Proses ini dilanjutkan oleh bakteri yang datang dari luar, berasal dari udara, air dan tanah. Berbagai jenis bakteri tersebut menyerang sistem pertahanan tubuh yang sudah tidak aktif, menghancurkan jaringan otot, atau menghasilkan enzim penghancur sel (protease).
Tidak semua mikroba mampu mendegradasi mayat, pada umumnya jenis bakteri heterotrof. Bakteri ini membutuhkan molekul-molekul organik dari organisme lain sebagai nutrisi agar bisa bertahan hidup dan berkembangbiak. Organisme heterotrof biasanya hidup dan berkembangbiak pada organisme mati. Mikroba tersebut mendapatkan energi dengan menguraikan senyawa organik pada organisme mati. Molekul-molekul besar seperti protein, karbohidrat, lemak atau senyawa organik lainnya mengalami dekomposisi menjadi molekul tunggal seperti asam amino, metana, gas CO2, serta molekul lain yang merupakan senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor dan sulfur.
Pembusukan dimulai dengan pemutusan ikatan protein-protein besar pada jaringan tubuh oleh bakteri fermentasi menggunakan enzim protease. Pemutusan protein menghasilkan asam amino. Misalnya asam amino akan dicerna bakteri asetogen yang direkasikan dengan oksigen dan menghasilkan asam asetat yang menimbulkan bau tidak sedap. Asam asetat akan diproses oleh bakteri metanogen, misalnya Methanolhemobacter thermoantrotrophicum yang biasa hidup di lingkungan kotor seperti selokan dan pembuangan limbah. Bakteri mereaksikan asam asetat dengan gas hidrogen dan karbondioksida. Metana dalam bentuk gas juga berbau busuk. Selain asam asetat dan metana, beberapa bakteri menghasilkan gas hidrogen sulfida yang baunya seperti telur busuk. Bau busuk yang bercampur dengan uap garam dan berbagai zat di udara bebas dapat mereduksi konsentrasi elektrolit dalam tubuh. Produk berbahaya selain gas yang dihasilkan cairan asam dan cairan lain yang mengandung protein toksik.
Jika cairan ini menginfeksi kulit yang luka atau terkena makanan, bukan hanya produk beracunnya yang masuk dalam tubuh tetapi juga bakteri heterotrof patogen seperti Clostridium. Bakteri tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti lemahnya sistem pertahanan tubuh, malaria, diare, tetanus, serta infeksi lainnya.
Tongkonan yang digunakan sebagai tempat menyimpan mayat sebelum upacara rambu solo dilaksanakan juga ditempati oleh anggota keluarga lainnya yang masih sehat. Dalam tongkonan tidak hanya dihuni oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak, ibu hamil bahkan bayi. Sehingga ditakutkan bakteri dalam pembusukan dari mayat yang tinggal beserta anggota keluarga lain yang sehat dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan bagi anggota keluarga yang tinggal dengan mayat tersebut.
Selain itu penyembelihan kerbau dalam jumlah banyak dengan cara sekali tebas yang dilakukan di area tanah terbuka tanpa alas, kemudian dagingnya dipotong-potong dan dibagikan ke orang-orang yang hadir. Dengan cara seperti ini, dapat diketahui bahwa higiene dari daging tersebut tidak terjaga dengan baik, sehingga akan menimbulkan masalah kesehatan bagi orang yang mengkonsumsinya.
Selain masalah di atas, upacara rambu solo juga dapat menimbulkan masalah ekosistem karena kerbau yang diadu adalah kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok kebawah ataupun (balukku', sokko) yang berkulit belang (tedong bonga), tedong bonga di Toraja sangat bernilai tinggi harganya sampai ratusan juta. Kerbau Tedong Bonga adalah termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana Toraja. Kesulitan pembiakan dan kecenderungan untuk dipotong sebanyak-banyaknya pada upacara adat membuat plasma nutfah (sumber daya genetika) asli itu terancam kelestariannya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Salah satu warisan kebudayaan yang dimiliki Indonesia yang sangat terkenal hingga ke luar negeri adalah kebudayaan suku Tana Toraja yang memiliki ritual pemakaman yang dianggap paling rumit di dunia yang disebut Rambu Solo.
Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh di sebuah tempat peristirahatan (dunia arwah, atau akhirat), disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia.
Dibalik keindahan dan keunikan rambu solo ternyata terdapat beberapa masalah yang ditimbulkan misalnya bakteri dalam pembusukan dari mayat yang tinggal beserta anggota keluarga lain yang sehat dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti lemahnya sistem pertahanan tubuh atau imunitas, malaria, diare, tetanus, serta infeksi lainnya. Serta punahnya ekosistem kerbau Tedong Bonga akibat sering dipotong dalam jumlah banyak.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini dan mengetahui masalah-masalah yang dapat ditimbulkan akibat upacara pemakaman rambu solo, diharapkan masyarakat pada umumnya dan pembaca pada khususnya dapat menerapkan penanggulangan dan pencegahan dari masalah-masalah tersebut, seperti penggunakan alat pelindung diri serta pola hidup yang sehat untuk menjaga daya tahan tubuh, serta melakukan pendekatan terhadap tokoh adat untuk mengubah kebiasaan yang dianggap tidak baik bagi kesehatan lingkungan dengan cara mengganti dengan alternatif lain sehingga budaya tetap terjaga serta kesehatan lingkungan juga tetap terjaga.

1 komentar:

  1. Mysore-Jurisdiction Casino - Jeju City, Korea
    Mysore-Jurisdiction Casino 태백 출장마사지 - Jeju 광명 출장안마 City, 부산광역 출장샵 Korea. 나주 출장안마 Description · The Mysore-Jurisdiction Casino, located at 춘천 출장샵 Jeju City,

    BalasHapus